Pages

Saturday, March 23, 2013

memories



PROLOGUE
            Hembusan angin sore menerpa wajah oriental Nesya, udara sejuk harusnya dapat menyenangkan hatinya, jarang-jarang terik matahari tidak terlalu menyengat padahal baru jam 4 sore. Tapi Nesya tidak bisa menikmati sore indah itu, hatinya terasa berat, air mata yang mengenang berusaha ia tahan untuk tidak jatuh membasahi pipi merahnya. Walaupun berusaha tenang tapi bibir tidak bisa dipaksa untuk tak bergetar. Ia dihadapkan pada keputusan yang sangat sulit. Ingin iya acuhkan cowo didepannya ini, tapi matanya tak bisa lepas untuk tak menatap, wajah penuh harapan yang diperlihatkan Arya tidak bisa melunakkan hati Nesya yang sudah telanjur sakit.   

Arya terus menggengam tangan Nesya dengan sabar menunggu jawaban, cowo ini pun seperti lupa caranya untuk bernafas, jantungnya berdegup kencang sampai ia bisa mendengar degupan itu dengan jelas. Ia tahu perempuan yang tak pernah lepas dari benaknya ini tak akan menerimanya lagi setelah semua hal buruk yang sudah ia lakukan, tapi Arya juga tidak bisa menahan rasa yang terus mengusik harinya. Ia ingin Nesya kembali.. Ia ingin mereka bisa mengulang semuanya seperti dulu. Tapi ini bukan pertama kalinya ia memutuskan hubungan dengan Nesya dan memintanya kembali, demi apapun untuk yang kali ini ia akan benar-benar menghilangkan sikap keegoisannya dan menjaga Nesya sampai kapanpun kalau diberikan kesempatan kedua kalinya.

 “Aku..” jangan nangis Nes, gak kali ini, please.. Batin Nesya. “Aku gak bisa. Maksudku, sampai kapanpun aku bakal sayang sama kamu, dua tahun itu bukan waktu yang sebentar buat bisa gak suka sama kamu lagi, tapi.. rasa sakit hati masih terasa jelas banget Ry.. dan ini bukan yang pertama. Tapi aku mau kita tetep temenan, aku selalu ada disini, kapanpun disaat kamu butuh atau ga butuh, aku selalu disini.” Dugaanku akan merasa lega setelah menolak Arya ternyata salah, nafasku masih terasa berat, aku gak mau ini, maksudku aku mau balikan, aku mau banget tapi aku juga gabisa terima, dia lebih percaya sama temennya daripada aku, dia mutusin aku dengan alasan kalau dia gak suka aku lagi, segampang itu, dan sekarang aku gak bisa segampang itu nerima dia lagi, aku gabisa terima itu semua, dan cowok bukan cuman dia, jadi ini keputusan yang paling tepat. Gak balikan.

 Dengan pelan Arya melepaskan genggamannya, senyum yang jelas-jelas dipaksakan itu tersungging di wajahnya, aku tak bisa merasakan hangat tatapannya lagi, matanya terasa kosong bagiku saat ini, “Aku ngerti, gpp lagi, kita bakal temenan aja, sahabatan, dan aku gak bakal suka siapapun lagi selain kamu. Aku juga selalu disini, kapanpun kamu butuh atau gak butuh, aku disini” Arya tersenyum lebar memperlihatkan gigi berbehelnya, senyum yang sudah lama tidakku lihat, senyum yang gak pernah gagal buat aku ikut tersenyum, sorot mata kekecewaan sedikit pudar dari matanya, “Udah soree pulanggg yuukkkk, lagian masih banyak peeeerrr” ajak Arya dengan nada bersemangat, aku berjalan pelan dengan langkah kecilku mengikutinya, sambil menggangguk mengiyakan ajakan cowo tinggi ini, meninggalkan taman pasir dengan playground yang hanya berjarak beberapa langkah dari rumahku, rumah kami memang berdekatan, kami tinggal dalam satu kompleks, dan sekolah kami juga berada di dalam kompleks elite ini. 

“Bye Nes” seperti biasa ia melambaikan tangan seperti anak kecil setelah mengantarku pulang, kebiasaan yang gak pernah hilang, aku tersenyum dan melambaikan tangan sambil memperhatikannya pergi sampai tak terlihat, lalu aku menutup pintu rumah berlari ke kamar meringkup ke bawah selimut sambil memeluk boneka panda pemberian Arya dan menagis terisak-isak tak hentinya.